Minggu, 27 September 2009

Apa kabar SBY, Bacrie dg Lapindo,

Hey...hello apa kabar lumpur Lapindo?,

Kemana saja selama ini pemerintah, tolonglah melalui politikana ini, saya ingin menegaskan kembali perhatikan nasib para korban lapindo yang sampai sekarang blm punya tempat tinggal, tolong segera carikan tempat tinggal yang layak lah...daripada dana untuk Century wahai Bp.SBY "TERHORMAT", DAN LEBIH GILA LAGI...menilik acara Kick Andy malam ini, bahwa semua sumbangan dari SBY, alias dari kocek SBY sendiri perorang 800rts rb, sehingga nama SBY bisa melambung karena issue2 seperti ini!!, hello....SBY, berapa seh gaji presiden qt, sampai2 bantu 800rts ribu per orang...

Hello...ga salah Backrie msh menjabat presiden sampe sekarang, dan hello...mau dicalonkan jadi ketua umum Golkar!!!hello....

Masa para korban, hanya diiming2 in bantuan dan MENGATAS NAMAKAN SAPA GETO YG BERKEPENTINGAN, dalam pemilihan tertentu..HELLO...

TOLONG SBY....JGN HANYA SEKEDAR JANJI, DAN MERASA DIRI PALING BERSIH...HELLO...

Usut punya usut



Usut punya usut, kejadian kebakaran yang terjadi semalam di Jakarta Barat adalah sepertinya ada unsur kesengajaan, pengusiran warga secara paksa dan terpaksa.

Jika wartawan beneran tak berani beritakan ini, saya beranikan diri share di sini, kebenarannya adalah bahwa warga yang menempati rumah kontrakan di atas tanah tersebut adalah mereka membangun bangunan permanen dan semi permanen atas ijin RT/RW setempat, mereka mengontrak tanah tersebut tahunan, dan kepada RT/RW setempatlah membayarnya, wah wah wah… tahu tidak, tanah tersebut adalah tanah milik salah satu perusahaan besar lho? yang awalnya kosong.

Kalau sudah begini, kenapa rakyat kecil selalu jadi korban, kenapa tdk ada penyuluhan2 kecil dan informasi yang memadai bagi warga setempat, berikan kredit rumah sangat sederhana kek, alias RSS, daripada duit buat Century coba?

Kejadian kebakaran ini tidak menyisakan apapun, bangunan semua rata dengan tanah, diprediksi 10 pintu rumah rata dengan tanah, hmmm…setelah diselidiki hasil nya pasti karena kelalaian warga…hmmm, potret pengusiran warga secara paksa, karena di sini adalah tempat kumuh, penuh tumpukan sampah.

Yang membuat saya geleng-geleng kepala tak jauh dari lokasi adalah kantor kelurahan setempat lho?, dan sepanjang jalan trotoar kantor kelurahan juga penuh sampah di mana-mana, hmmm…Lurahnya selalu pakai kaca mata hitam kale, dan mobilnya kacanya ditutup korden kalau ngantor wakakakka…

Maka, jangan saling menyalahkan jika ada banjir, atau bencana melanda deh, lha wong yang jadi panutan saja bertindak seperti itu, pembanguan kanal-kanal penanggulangan banjir omdo tuh, hanya ladang korups, kenapa tidak ada pendekatan persuasif dan penyuluhan2 kecil tentang bagaimana cara hidup sehat dan bersih?

Ada yang bikin saya geleng-geleng kepala lagi, ternyata jika di trotoar ada gubuk kecil untuk dagang dan tempat tinggal bahkan, mereka itu bayar sewa lho sama RT/RW setempat, wah wah wah….ini hanya sebagian potret kecil Jakarta,

Mereka yang jadi panutan saja seperti ini potretnya, duh duh duh… bagaimana lingkungan sekitar Anda?, aduh…sampai kapan negeri ini seperti ini terus?, mana kebebasan pers nya, mereka hanya memberitakan terjadinya kebakaran tetapi tidak menilik apa di balik layarnya.

Ini hanya share saja, agar semua saling sadar diri, dan aware.

Penting yah..stasiun TV kita siarkan Pegawai Negeri yg mangkir hari pertama kerja??!

Hmmm...mengikuti berita-berita di televisi hari ini, hampir semua stasiun televisi qt menyiarkan tentang pegawai negeri yg mangkir dihari pertama kali kerja. Saya pikir adanya sidak-sidak oleh walikota,gubernur atau sapa lah, bagi sangsi yang mangkir adalah ditunda kenaikan pangkat dan lain-lain.

Hmmmm...sidak-sidak itu saya pikir ingin cari sensasi saja, toh bukankah tiap hari, sehari-hari kerja kebanyakan dari pegawai negeri, sesampai nya di kantor pagi, kebanyakan dari mereka ngopi2, chatting, ngegosip hehehe ini real saya tulis dan informasikan seperti ini, ini masukan saja,maaf bagi yg pegawai.

Saya bahkan melihat sendiri saat bulan puasa, di beberapa hari menjelang libur lebaran kemaren, melihat beberapa ibu-ibu, dan bapak-bapak berpakaian PNS, Pemda tepatnya jalan-jalan, belanja...hmmmm

Saya pikir aparat-aparat negara, penegak hukum, membuat aturan dan sangsi hanya untuk pajangan, toh apa artinya jika dilanggar juga dan tdk segan-segan jawaban-jawaban dari para pegawai negeri,"achhh...itu sementara ko, biasa kn masuk tipi,"itu komentar ucapan yg terlontar.

Wah-wah mau jadi apa negara ini, kapan penegakan hukum akan tegas, aturan benar-benar bukan hanya di atas kertas, seperti di negara lain yg hukumnya tegas, bukan dibolak-balikkan faktanya seperti di negeri qt tercinta.

Kapankah kawan-kawan???kapan???

Sampai wartawan 2 TV pun jdi "pelacur" gara2 1 Golkar yg peot

Oleh Cardiyan HIS


Golkar 1 yang sudah kakek peot pun masih direbutin demi ngincar bagi-bagi kursi kabinet SBY jilid 2. Benar kata khatib shalat Ied, jangan-jangan Indonesia bubar justru setelah puasa selama satu bulan! Pindahin saja channel TV One dan Metro TV bila terus-terusan dijadikan alat kepentingan pribadi pemiliknya. Dan wartawan yang tak berkarakter pun jatuh menjadi “pelacur intelektual”.



Kalau jadi pemilik toko televisi, kita asyik bisa nonton secara paralel tayangan “Kick Andy” di Metro TV dan “Republik Mimpi” di TV One. Metro TV adalah milik Surya Paloh dan TV One milik Aburizal Bakrie. Kedua pengusaha ini tengah bersaing memperebutkan kursi Golkar 1, partai yang semakin peot karena perolehan suaranya semakin melorot. Tetapi tokh masih menjadi rebutan mereka berdua. Karena mereka masih berasumsi kalau menjadi Golkar 1, masih punya “bargaining position” dengan SBY, yang nyaris akan semakin mendekati kekuasaan seniornya Soeharto dalam mengangkangi kekuatan parlemen. Oleh karenanya, Surya Paloh dan Aburizal Bakrie secara maksimal memanfaatkan media elektronika yang dimilikinya tersebut secara optimal untuk saling “membunuh”.

Hanya kita sebagai penonton televisi menjadi sangat sebel. Andy F. Noya yang dibangga-banggakan sebagai sangat humanis, pembela rakyat dan tak mau disetir oleh siapapun pengusaha kelas kakap termasuk oleh bos Surya Paloh, ternyata “wartawan kelas ecek-ecek” juga. Saya menyesal banget menghadiri dies Emas ITB awal Maret 2009 dengan satu alasan mau terbang dari Kalimantan Tengah untuk datang ke ITB karena ingin melihat Andy F. Noya (orang luar ITB) menerima penghargaan ITB yang sangat terkenal di dunia sangat pelit itu; mengapa ITB sampai memberi penghargaan begitu tinggi pada seorang Andy F. Noya? Apakah pasca insiden ini Andy F. Noya akan mundur dari Metro TV kita tunggu saja.

Dan di channel lain, TV One, seorang Emha Aenun Najib, yang bangga disebut budayawan papan atas Indonesia, yang dulu juga sangat bangga “direken” oleh Soeharto karena diundang sangat eksklusif satu dua hari sebelum Reformasi, begitu gagahnya membela keluarga Bakrie dalam kasus lumpur Lapindo. Apa urusannya budayawan Emha lebih membela pengusaha kelas atas Indonesia dibanding membela korban lumpur Lapindo?

Kolega saya di media cetak terpandang begitu gundahnya dengan insiden dagelan di dua media elektronika ini, forward ke saya jawaban sms-smsnya dari tokoh Dewan Pers dan KPI. Jawabannya memang seperti orang yang sudah sangat ngantuk habis menonton kedua dagelan itu. Media, baik itu media cetak maupun media elektronika memang semakin kasat mata telah menjadi alat para pemiliknya memainkan kepentingannya. Bisa kepentingan bisnis, bisa kepentingan politis atau sekedar menjadi alat mendongkrak popularitas pribadi menjadi selebritas alias pesohor. Bagaimana penonton yang sangat sebel akan segera pencet “remote control” manakala Surya Paloh, pemilik Metro TV begitu seringnya berbuih-buih di depan Metro TV seolah sangat heroik dengan durasi 4 sampai 5 menit tanpa editing sama sekali dari Pemimpin Redaksi Metro TV yang tentu sangat takut sama “big boss”. Masih agak mending Aburizal Bakrie tak turun gunung, dan menganggap lebih pantas diwakili oleh sang putra mahkota Anindya Bakrie untuk sering muncul di TV One.

Inilah persis apa yang dikatakan oleh John Swinton, the former Chief of Staff for the New York Times, was one of New York's best loved newspapermen. Called by his peers "The Dean of his Profession", John was asked in 1953 to give a toast before the New York Press Club, and in so doing, made a monumentally important and revealing statement. He is quoted as follows:
“.......The business of the journalists is to destroy the truth; to lie outright; to pervert; to vilify; to fawn at the feet of mammon, and to sell his country and his race for his daily bread. You know it and I know it, and what folly is this toasting an independent press? We are the tools and vassals of rich men behind the scenes. We are the jumping jacks, they pull the strings and we dance. Our talents, our possibilities, and our lives are all the property of other men. We are intellectual prostitutes."

Ini saya posting sudah ijin dari pemiliknya,thx u.